Implementasi Cinta Tanah Air Perspektif Santri




Oleh:
Muqoffi, M.Pd. (Guru PP Gedangan Daleman)

Kita adalah warga negara Indonesia. Tanah tumpah darah kita. Tanah tempat kita berpijak. Secara fitrah, cinta kepada tanah air merupakan keniscayaan yang mesti ada dalam diri setiap insan. Apalagi manusia sebagai makhluk terbaik, binatang pun juga punya rasa cinta kepada tanah airnya, tempat ia lahir dan tempat ia bertempat tinggal.
اَلْإبِلُ تَحِن ُّإلَى أوْطَانِهَا وَإنْ كَانَ عَهْدُهَا بَعِيْدًا وَالطَّيْرُ الَى وَكْرِهِ وَإنْ كَانَ مَوْضِعُهُ مُجْدِبًا
Artinya: Unta merindukan tempat tinggalnya sekalipun masanya lama. Burung juga merindukan sangkarnya sekalipun tempatnya sudah tandus.[1]
Binatang-binatang itu tidak punya akal tapi tindakannya masuk akal sebagaimana orang-orang yang berakal. Lalu bagaimana dengan rakyat Indonesia, apa sudah benar-benar cinta tanah air? Orang yang cinta tanah air adalah orang yang siap mengabdi dan berkorban untuk menjaga tanah air, memelihara dan melindungi dari segala segala bentuk gangguan dan ancaman. Para pahlawan bangsa sudah memberi contoh nyata dalam melawan negara-negara penjajah, seperti Portugis, Inggris, Spanyol dan Jepang demi kemerdekaan Republik Indonesia tercinta.  Merdeka!. Tidak hanya harta, nyawa pun mereka pertaruhkan untuk kemerdekaan negeri. Mati demi menjaga kekayaan negeri dari tangan-tangan kotor adalah syahid. Mati demi melindungi agama Islam adalah syahid. Mati demi kesalamatan saudara-saudara muslim dari kedzaliman kảfirῑn adalah syahid.
Nabi Muhammad Saw bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُوْنَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِـيْدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُوْنَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِـيْدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُوْنَ دِيْنِهِ فَهُوَ شَهِـيْدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُوْنَ دَمِه فَهُوَ شَهِـيْدٌ
Artinya: Orang yang terbunuh karena membela hartanya, maka dia syahid. Orang yang terbunuh karena membela agamanya, maka dia syahid. Orang yang terbunuh karena mempertahankan nyawanya, maka dia syahid. Orang yang terbunuh karena membela keluarganya, maka dia syahid.[2]
عِشْ كَرِيْمًا اَوْمُتْ شَهِيْدًا
Artinya: Hidup dengan mulia atau mati dalam keadaan syahid.
Sebuah kata motivasi yang perlu disuarakan kembali untuk menggerakkan hati dan menumbuhkan spirit yang berapi-apa untuk berjuang demi tanah air tercinta. Merdeka!
Apa yang harus dilakukan masyarakat sebagai bukti rasa cintanya kepada negeri? Adakah tanggungjawab yang lebih berat dari pada memanggul senjata untuk mengusir para penjajah? Adakah tugas yang lebih besar dari pada mengangkat bambu runcing untuk mengganyang musuh-musuh negara? Untuk menjawab itu, mari cermati sabda Nabi Muhammad setelah pulang dari medan perang:
قَدِمَ على النبي قَوْمٌ غَزاةٌ فَقَالَ قَدِمْتــُمْ خَيْرَ مقدَمٍ قَدِمْتــُمْ مِنَ الْجـِهَادِ اْلأَصْغَرِ إِلَى الْجـِهَادِ اْلأَكْبَرِ مُجَاهَدَةُ الْعَبْدِ هَوَاهُ
Artinya: Tentara perang datang kepada Nabi, lalu Nabi berkata “Kalian datang dengan datang yang baik, kalian datang dari jihad kecil menuju jihad yang besar, yaitu berperangnya hamba melawan hawa nafsunya.[3]
Jadi, berperang melawan para musuh lebih berat dari pada berperang melawan hawa nafsu. Menjaga hawa nafsu agar tidak melakukan perbuatan yang dapat meruntuhkan kejayaan negeri. Menjaga hawa nafsu agar tidak melakukan perbuatan yang dapat merusak persatuan bangsa. Menjaga hawa nafsu agar tidak melanggar aturan agama dan undang-undang negara. Menahan hawa nafsu ini terbukti sangat sulit dilakukan oleh pemerintah dan rakyat Indonesia. Bisa kita saksikan begitu banyaknya oknum bangsa yang memecah belah ummat sebagai manuver politik. Oknum bangsa yang jadi mavia Pemilu untuk kepentingan perut. Oknum bangsa yang foya-foya memakan uang rakyat di tengah kemiskinan dan kesengsaraan. Betul? Bukan hanya kalangan pemerintah, rakyat kecil pun ikut terpesona dalam bujuk rayu hawa nafsu dengan melakukan asusila perzinahan, minuman keras dan segala bentuk pelanggaran dan penyimpangan.
Kalau memang benar kita cinta tanah air, maka jadilah pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.
Allah Swt berfirman:
وَلَوْ أنَّ اَهْلَ القُرَى أمَنُوْا واتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السّمَاءِ وَالأَرْضِ
Artinya: Jikalau penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi (al-A’rảf: 96).
Keberkahan yang dimaksud adalah:
بَرَكَاتِ السَّمَاءِ بِالْمَطَرِ وَبَرَكَاتِ الأَرْضِ بِالنَّبَاتِ وَالثِّمَارِ وَكَثْرَةِ الْمَوَاشِيْ وَالأَنْعَامِ وَحُصُوْلِ الْأَمْنِ وَالسَّلَامَةِ
Artinya: Keberkahan dari langit berupa hujan dan keberkahan dari bumi berupa tumbuh-tumbuhan dan tanaman-tanaman dan binatang-binatang peliharaan dan terciptanya keamanan dan keselamatan.[4]
Jadi, iman dan takwa adalah implementasi cinta tanah air yang begitu besar, karena dengan demikian negara kita tercinta akan dilimpahkan kekayaan dan keamanan. Pahamilah, kaya dan aman adalah 2 misi pokok sebuah negara yang terus diupayakan dan diusahakan, namun sangat sulit diwujudkan, termasuk oleh negara kita tercinta. Kenapa sangat sulit? Karena keimanan dan ketakwaan bangsa ini sangat dipertanyakan, bahkan banyak yang diyakini jauh dari garis-garis ketakwaan kepada Allah Swt. Salah satu contohnya, tindakan korupsi yang terus meningkat tajam. Tidak hanya jutaan dan miliaran tapi sudah mencapai triliunan. Secara logika saja, andai uang rakyat tidak dimakan rayap-rayap berdasi, maka jelas tingkat kemiskinan rakyat lebih menurun dan kesulitan-kesulitan finansial rakyat bisa diatasi. Betul? Coba kita bayangkan, 60 miliar yang dikorupsi 1 pejabat dalam kasus E-KTP kira-kira bisa memberi makan fakir miskin berapa? Bisa 1 Kecamatan atau mungkin 1 Kabupaten.  
Dalam kitab Dalῑl al-Fảlihῑn juga disebutkan:
فَيَنْبَغِيْ لِكَامِلِ الإيْمَانِ أنْ يَعْمُرَ وَطَنَهُ بِالعَمَلِ الصَّالِحِ وَالإحْسَانِ
Artinya: selayaknya (seharusnya) orang yang sempurnan imannya memakmurkan tanah airnya dengan amal shalih dan kebaikan.[5]
Anda yang bisa terjun ke publik untuk mengayomi dan melindungi rakyat, lanjutkanlah! Demi tanah air tercinta. Anda yang memiliki otoritas membasmi penjahat bangsa, laknsakan dan jangan gentar! Demi tanah air tercinta. Tapi kalau anda tidak punya daya apa-apa dan hanya bisa shalat, hanya bisa dizkir dan bershalawat, lakukanlah dengan baik! Itu sudah bentuk cinta tanah air. Anda yang hanya bisa mengajar di Pondok Pesantren, hanya bisa belajar sebagai santri, jalankan dengan baik! Itu sudah bentuk cinta tanah air. Anda yang hanya bisa memberi makan istri dan anak, kerjakanlah dengan baik! Itu sudah bentuk cinta tanah air.
Nabi Muhammad sebagai teladan seluruh ummat sudah memberi contoh kecintaannya kepada tanah air. Hal ini dapat kita lihat dalam beberapa referensi. Diantaranya perkataan Nabi Muhammad Saw yang berbunyi:
اَللهُمَّ حَبِّبْ اِلَيْنَا الْمَدِيْنَةَ كَمَا حُبِّبَتْ اِلَيْنَا مَكَّةُ وَبَارِكْ مُدَّهَا وَصَاعَهَا وَصَحّحْهَا لَنَا ثُمَّ انْقُلْ الَى مُهَيْعَةٍ
Artinya: Ya Allah buatlah kami cinta kepada Madinah sebagaimana cinta kami ke Mekkah dan berkahilah mud dan sha’ (dalam harta benda) dan sehatkanlah kami kemudian pindahkan wabahnya ke desa Muhai’ah.[6]
Karena itu, sudah sewajibnya kita mencintai tanah air kita dengan sepenuh hati sebagai manifestasi ketaatan kita kepada Allah Swt, kepada baginda Nabi Muhammad Saw dan kepada agama yang dibawanya dengan harapan mendapat rahmat dan ridhaNya.


[1] Rủh al-Bayản, 6, 441.
[2] Al-Tanwῑr Syarh al-Jảmi’ al-Shaghῑr, 10, 344.
[3] Jami’ al-Ahảdῑts, 34, 106.
[4] Tafsr al-Rảzy, 13, 322.
[5] Dall al-Fảlihn, 1, 38.
[6] Rủh al-Bayản, 3, 509.

Related Post

Previous
Next Post »

Terima Kasih atas kunjungan Anda di Gedangan Online