SAATNYA
YANG MUDAH YANG BERBICARA
Oleh:
Zainal
Abidin Sumberbulu
Ach. Shofi
Bukan sebuah kesalahan, generasi muda hadir menjadi agen perubahan dan
penentu arah kehidupan. Menjadi penggerak
sebuah program nyata dengan misi kemaslahatan bersama. Serta
menjadi bagian penting dalam pembangunan bangsa. Dalam catatan
sejarah, tokoh Muslim banyak melakukan kontribusi nyata justeru dari kalangan
muda. Bahkan para Nabi sengaja dipilih oleh Allah Swt. dari para pemuda untuk
memimpin ummat Islam seluruh dunia.
Demikian itu, karena pemuda punya keunggulan yang tidak dimiliki yang lainnya. Ada keiistimewaan dalam diri yang menjadi sumber kekuatan dan energi positif. Kelebihan-kelebihan itu dapat penulis uraikan sebagai berikut:
1. Pemuda adalah yang kuat
Usia muda adalah usia dimana kekuatan fisik tidak
diragukan lagi. Kekuatan yang tidak dimiliki usia anak-anak dan usia tua
apalagi yang lanjut usia. Fisik yang masih bugar mampu menyelesaikan berbagai
tugas berat dengan baik. Rasa capek dan lelah tidak menjadi halangan untuk
istirahat panjang dan lelap dalam tidur. Dia bisa benforsir pekerjaan di saat
mereka yang sudah tua harus terhenti oleh turunnya imunitas fisik.
Karenanya, kelebihan fisik ini diberikan kepada Thalut
oleh Allah Swt.
sebagai modal menjadi pemimpin. Sebagaimana diabadikan dalam al-Qur’an:
اِنَّ اللهَ اصْطَفـــــهُ عَلَيْكُمْ
وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي اْلعِلْمِ وَالْجِسْمِ
Artinya: Sesungguhnya
Allah Swt memilihnya (menjadi raja) kamu dan memberikan kelebihan ilmu dan
fisik. (QS. Al-Baqarah: 247).
Maka pemuda di era milenial tidak ada alasan untuk
tidak menjadi pemimpin dan pengendali sebuah pergerakan. Kelebihan fisik dari
kaum tua merupakan anugerah yang harus difungsikan dengan baik. Gunakan kondisi
fres dengan tindakan nyata. Jangan sampai disia-siakan, karena kesempatan
menjadi pemuda sehat dan tangguh hanya satu kali seumur hidup. Selebihnya
adalah masa tua dan kemudian meninggal dunia.
2. Pemuda adalah yang mampu
menyerap ilmu
Masa muda adalah masa paling mudah menerima materi
ilmu. Otak kanan masih berfungsi dengan baik untuk menangkap ide dan gagasan
keilmuan. Pikiran masih bisa dipusatkan untuk memperoleh pemahaman. Sebuh
kelebihan yang tidak dimiliki yang lainnya lebih-lebih oleh anak-anak di usia
dini yang belum mempunyai kematangan mental dan pikiran.
Dalam catatan Imam Syafi’i sebagaimana dikutip oleh
Samiyah Abdu al-Halim Uwais Samiyah dalam Syarh Diwan al-Imam al-Syafi’i disebutkan:
فَإنَّهَا وَقْتُ جَمْعِ الْقَلْبِ وَاجْتِمَاعِ اْلفِكْرِ
Artinya: Sesungguhnya waktu muda adalah waktu menfokuskan hati dan terpusatnya pikiran.
Karenanya, orang-orang yang berilmu adalah mereka yang
menghabiskan masa mudanya dengan belajar dan mengisi waktu luang dengan
memperbanyak diskusi ilmiyah. Tidak bisa lahir menjadi intelektual sejati kalau
hanya belajar di usia tua, usia yang sudah kompleks dengan beban hidup dan
tanggungjawab, khususnya bagi yang punya banyak keluarga dan garis keturunan.
Nabi Muhammad Saw. bersabda:
مَا بَعَثَ اللهُ نَبِيًّا
إلَّا وهو شَابٌ وَلا أُوْتِيَ عَالِمٌ عِلْمًا الا وَهُوَ شَابٌ
Artinya: Tidak ada Nabi yang diutus kecuali ia masih
muda dan seseorang tidak mendapat ilmu kecuali ia masih muda.
Dengan demikian, pemuda berbicara di depan umum untuk menawarkan ide bukanlah sesuatu yang salah. Karena di masa itulah fokus pemikiran tercipta dan ilmu pengetahun diperoleh. Ide-ide cemerlang dapat lahir dari kejeniusan dan intelektual keilmuaanya. Bukan karena muda lalu harus diam, bahkan karena muda, maka angkatlah bicara dengan penuh etika.
3. Pemuda lebih bisa menerima kebaikan
Banyak orang yang arogan dan tidak menerima masukan
orang lain. Persentase arogansi ini lebih tinggi dimiliki orang yang sudah tua dari pada orang yang masih muda. Ketika orang-orang yang sudah tua
meyakini kebenaran sesuatu, maka sulit ditembus oleh petuah dan nasihat siapapun. Ketika dari awal mereka
memutuskan pilihan pada si A, maka seterusnya ingin berada di posisi A. Berbeda
dengan pemuda. Kalau pemuda, maka lebih bisa menerima fakta kebenaran,
meski berbeda pandangan dengan dirinya.
Wahbah al-Zuhaily menyebutkan dalam kitab Tafsir
Munirnya:
إنّ الشَّبَابَ أَقْبَلُ
لِلْحَقِّ وَأَهْدَى لِلسُّبُلِ مِنَ الشُّيُوْخِ
Artinya:
Sesungguhnya pemuda itu lebih bisa menerima sebuah kebenaran dan petunjuk arah
dari pada orang-orang yang sudah tua.
Dalam sejarah datangnya agama Islam kepada kaum Quraisy,
mereka yang sudah tua lebih memilih acuh tak acuh terhadap seruan Nabi Muhammad
Saw. Mereka memilih bertahan dengan agama yang dipeluknya dari pada meyakini
kebenaran agama yang dibawa Nabi Muhammad Saw, sehingga kebanyakan dari mereka tetap
tidak beriman terhadap keesaan Allah Swt.
Hal ini dapat menjadi argumentasi
untuk melegitimasi pemuda untuk memegang tonggak kepemimpinan sesuai dengan
kapasitas dan kemampuannya. Ketika terdapat persepsi yang bersebrangan dengan
dirinya, maka peluang untuk evaluasi diri lebih besar. Sikap apatis lebih
dimungkingkan dihindari. Sehingga keputusan besar yang baik dan berkualitas
dapat tercipta.
4. Gerakan baik pemuda lebih
dikagumi Allah
Ketika seorang pemuda melakukan tindakan baik, maka tidak
hanya manusia yang akan respek, Allah Swt pun juga akan mengaguminya. Sebuah
manifestasi kagum yang lebih tinggi dan bernilai dari pada mereka yang sudah
tua.
Nabi Muhammad Saw. bersabda:
انَّ
اللهَ تَعَالَى لَيُعْجِبُ مِنَ الشَّابِّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ
Artinya:
Sesungguhnya Allah Swt. kagum kepada pemuda yang tidak mengalami keruntuhan
moral.
Kenapa pemuda mendapat apresiasi yang lebih tinggi dari
pada orang yang sudah tua walaupun sama-sama baik? Karena masa muda adalah
tempatnya syahwat. Semangat yang tinggi untuk melampiaskan hasrat di dada berjalan
beriringan dengan kuatnya fisik untuk mengeksekusinya. Tingginya nasfu menggoda jiwa selaras dengan kesempatan
pemuda yang selalu terbuka lebar. Sehingga jika itu semua
dapat dilalui dengan baik, maka pantaslah pemuda menjadi sang bintang di
hadapan Allah Swt.
Namun sebelum dan disaat melangkah dan bergerak,
pemuda harus memiliki unsur-unsur penting
sebagai kunci sukses, sebagaimana berikut:
1. Menjadi pribadi yang
beriman dan istikamah beribadah
Menjadi pribadi yang beriman dan istikamah beribadah adalah
modal yang sangat berharga bagi para pemuda untuk menjadi pelita bagi ummat
manusia. Tidak akan menyerah untuk mempertahankan keimanan dan kepercayaan
kepada Allah Swt meski berbagai macam rintangan membelenggu langkah kakinya.
Terus mengikuti jalan lurus yang diridhai-Nya sekalipun tantangan datang silih
berganti dari berbagai arah. Keimanan tetap kokoh dalam hati, amaliyah terpuji
terus digerakkan dalam lisan dan pundi-pundi kebaikan terus diistikamahkan
dengan tindakan nyata.
Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh pemuda ashâb
al-kahfi, mereka adalah para pemuda yang lari untuk menyelamatkan keimanan
mereka dari kaum yang sudah terjerat oleh kesyirikan dan pengingkaran terhadap
hari kebangkitan. Mereka mengungsi ke sebuah goa
yang berada di gunung.
Allah Swt menyebutkan mereka dengan:
إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ
آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
Artinya:
Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan
Kami tambah pula untuk mereka petunjuk (QS. al-Kahfi :13)
Beriman kepada Allah Swt secara sungguh-sungguh dengan
menyatukan kemantapan hati, ucapan dan tindakan mampu memberi pancaran cahaya
kepada pemuda dalam memuluskan segala tindak langkah yang dilakukannya. Ketika
akal tidak mampu memberi jalan keluar persoalan yang dihadapi, maka nur
keimanan akan memberi jalan terang. Ketika berbagai macam cara tidak membuahkan
hasil yang gemilang, maka nur keimanan dan ketakwaan mampu menghadirkan ide
yang menjanjikan.
Abdu al-Karim Zaidan
dalam Ushũl al-Dakwah mengatakan:
فإنَّ تَقْوَى اللهِ تُنَوِّرُ
قَلْبَ الْمُسْلِمِ وَتُقَوِّيْ فِيْهِ قُوَّةَ الْإدْرَاكِ وَالرُّؤْيَةِ
Artinya: Sesungguhnya takwa kepada Allah Swt. dapat menyinari hati orang Islam dan menguatkan
pemahaman dan penglihatan.
2. Menghormati
yang lebih tua
Otak para pemuda sangat kental dengan pemikiran yang
fantastis dan gagasan-gagasan baru yang sangat brilian. Namun perlu menjadi
perhatian bahwa pemuda dianggap baik bukan hanya dilihat dari intelektualnya, tapi
juga dinilai bagaimana dia bisa menghormati yang lebih tua, mampu beradab dan
beradaptasi dengan baik. Bukan karena gagasan pemuda lebih cemerlang lalu akan menghina
pemikiran orang yang lebih tua. Bukan karena riset yang ditemukan lebih mutakhir
lalu harus menolak tanpa adab terhadap buah karya orang yang lebih senior.
Dalam sebuah hadis dijelaskan:
مَا أكْرَمَ شَابٌّ شَيْخًا
لِسِنِّهِ إلاَّ قَيَّضَ اللهُ لَهُ مَنْ يُكْرِمُهُ عِنْدَ سِنِّهِ
Artinya: Tidaklah
seorang pemuda yang memuliakan orang yang lebih tua kecuali Allah Swt berikan
orang yang memuliakan ketika tua (HR. Tirmidzi).
Dengan demikian, berkolaburasi dengan kaum tua bukan tindakan
yang salah, bahkan sesuatu yang penting agar program menjadi kondusif dan
produktif. Apalagi
dari aspek pengalaman, seniorlah yang memiliki itu. Sedangkan pengalaman adalah
harga mati dalam mengatur sebuah urusan, kecil apalagi besar.
Abdu al-Karim Zaidan menuturkan:
اَلتَّجْرِبَةُ مُعَلِّمٌ جَيِّدٌ لِلْإنْسَانِ
Artinya: Pengalaman adalah guru yang
baik.
3. Mematangkan
mental dengan menikah
Pemegang kendali sebuah urusan dibutuhkan aktor energik
dan punya kematangan mental dan pemikiran dalam berbagai lini kehidupan. Hal
ini sulit dan bahkan belum ditemukan dalam sosok pemuda jomblo. Bagi yang sudah
menikah, maka rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama lebih terjamin dari
pada yang masih jomblo. Karena bagi yang berstatus orang tua, maka pastinya
sudah mengalami sulitnya menghadapi kenakalan anak dan beratnya memperhatikan
menejemen kehidupannya, sehingga refleksi sikap toleran terhadap penyimpangan
orang lain akan terpatri dalam jiwanya. Tidak akan gegabah mengambil keputusan
dalam memberi sanksi dan lebih dimungkinkan menghindari egoisme diri.
Apalagi pemuda jomblo yang terjerat pelanggaran seksual, maka menurut persepektif Abdullah Nashih Ulwan dalam Tarbiyah al-Aulâd fi al-Islâm tindakannya bisa merusak kesehatan, akhlak, jiwa, akal, agama, keluarga, masyarakat dan ekonomi. Jika kesehatan, akhlak, jiwa dan hal-hal yang bersifat fundamental ini tidak lagi dimiliki pemuda, maka secara otomatis mempengaruhi buruk terhadap tindak langkah dan pemikirannya. Bukan gagasan dan ide cemerlang yang muncul tapi kesia-siaan dan kokosongan yang datang dari mulut manisnya. Dirangkai dalam narasi yang memukau tapi produktivitasnya ada pada angka nol.
Abdu Rahman al-Mahmud dalam kitab Durusnya menyebutkan:
... الزَّوَاج يَقْطَعُ شُرُوْراً وَآفَاتٍ وَأفْكَاراً
وَمُنْحَدِرَاتٍ فِيْ حَيَاةِ الإنْسَانِ لا يَعْلَمُ مَدَّاهَا إلا اللهُ تَعَالى
Artinya:
Menikah dapat memutus kejelekan,
penyakit, pemikiran dan merosotnya kehidupan manusia yang hanya diketahui Allah
Swt.
Dalam fakta sejarah, menikah banyak merubah
konsistensi pemuda dalam melakukan pergerakan. Karena tanggung jawab keluarga yang
begitu kompleks menghilangkan separuh jiwanya untuk memperhatikan isu-isu sosial
dan kekinian. Sikap kritis yang begitu superior ketika masih jumblo, menjadi hilang
dibungkam oleh kesibukan pribadinya. Namun bukan berarti fakta ini menjadi
alibi bagi pemuda milenial untuk berhenti menyuarakan pemikiran hebatnya pasca
menikah. Posisi pengendali organisasi dan komunitas pemuda single diupayakan
berada di tangan pemuda yang sudah menikah. Gerakan yang begitu masif
diupayakan atas rekomendasi dari kalangan bapak-bapak dan ibu-ibu. Sehingga
bukan organisasi yang keren kalau dalam struktural hanya melibatkan pemuda 17
keatas yang berstatus single. Bahkan bisa dikatakan itu bentuk kesombongan dan
egoisme tingkat tinggi.
Maka, teruslah bergerak para pemuda. Teruslah
berbicara dan aktualisasikan segala potensi dan bakatmu. Namun, lengkapi diri
dengan cahaya takwa, konsistensi beribadah, kolaburasi dengan kaum tua dan yang
sudah menikah.