Pemuda, Hayya Alâ al-Jihâd

 

Pemuda, Hayya Alâ al-Jihâd

Oleh:

Muqoffi M.Pd

Siapakah pemuda itu? Menurut RUU Kepemudaan, pemuda adalah mereka yang berusia 16 hingga 30 tahun. Sedangkan menurut bin Syasy al-Maliky dalam al-Jawahirnya, pemuda adalah mereka yang sudah baligh sampai berusia 40 tahun.[1]

Usia muda adalah usia paling segar dan energik untuk melakukan inovasi dan revolusi dalam tatanan kehidupan di dunia. Al-Jihâdu sabĨlunâ: Jihad adalah jalan kita, merupakan penggalan syair klasik yang patut digaungkan kembali untuk memacu spirit para pemuda dalam bertindak dan beramal nyata. Hayya alâ al-jihâd: mari berjihad, merupakan slogan milenial yang perlu tetap dikibarkan dengan tinggi dan tegak untuk membangunkan jiwa-jiwa mujahid dan militansi pemuda.

Namun sebagai pemuda cerdas di era milenial, mestinya paham bahwa jihad tidak hanya terbatas pada aktivitas peperangan dengan kekuatan pedang, senjata api dan bom di medan pertempuran. Apalagi jihad dalam kontek perang hanya bisa dilakukan orang Islam kepada orang kafir yang sudah memenuhi kriteria diperangi. Mengangkat senjata perang dan sajam permusuhan tidak boleh diarahkan kepada sesama muslim, bahkan kepada mereka yang munafik.

أُمِرَ بِالجِهَادِ مَعَ الكُفَّارِ بِالسَّيْفِ وَمَعَ المُنَافِقِيْنَ بِاللِّسَانِ وَشِدَّةِ الزَّجْرِ وَالتَّغْلِيْظِ

Artinya: Diperintah memerangi orang-orang kafir dengan pedang dan memerangi orang-orang munafik dengan lisan, teguran tegas dan keras.[2]

Jihad tidak pula hanya merupakan aksi pertumpahan darah melawan musuh agama. Melainkan mencakup berbagai macam perjuangan dan pengorbanan yang diorientasikan untuk mencapai misi-misi agung dan mulia di jalan Allah Swt. Dalam kitab kepemudaan dijelaskan bahwa selain jihad qitâly ada 4 jihad yang relevan menjadi titik perjuangan pemuda, yaitu:[3]

1.     Jihad mâly

Jihad mâly adalah bentuk perjuangan dengan menggunakan harta kekayaan di jalan Allah Swt, baik dalam kegiatan dakwah, pendidikan, politik maupun peperangan. Bagi pemuda yang memiliki harta benda, maka jihad melalui cara ini sangat tepat. Seperti menjadi donatur pendidikan dalam rangka mengorbitkan kederisasi berkualitas dan bertakwa kepada sang pencipta. Sebuah usaha yang tidak dibutuhkan teriakan keras di jalan raya. Tapi perlu pengorbanan yang tinggi untuk hidup sederhana demi menyisakan rizkinya di jalan kebenaran. Perjuangan untuk tidak berfoya-foya di tengah gelimang harta demi didonasikan untuk kegiatan dakwah.

Jihad mâly sayogyanya juga memberi stimulansi kepada para pemuda untuk terus berada dalam barisan perjuangan tanpa memikirkan keuntungan yang bersifat materi, bahkan rugi-pun itu bagian manifestasi nyata dari jihad mâly yang sejatinya harus menjadi prinsip dalam menjalankan pergerakan. Kalau orang lain bekerja demi mendapat pundi-pundi uang. Pemuda bekerja dengan menghabiskan uang.

Sabda Nabi Muhammad Saw.:

مَنْ اَنْفَقَ نَفَقَةً فِيْ سَبِيْلِ اللهِ كُتِبَ لَهُ سَبْعُمِائَةِ ضِعْفٍ

Artinya: Barangsiapa yang membelanjakan (hartanya) di jalan Allah Swt, maka dicatat 700 lipat [4]

2.     Jihad tablĨghy

Jihad tablĨghy adalah upaya maksimal untuk menyampaikan dakwah Islam melalui lisan kepada orang kafir, orang munafik dan mereka yang melakukan penyimpangan. Dalam jihad ini, pemuda harus gagah berani menghadapi tantangan dan rintangan. Ketika pengedar narkoba yang asyik dengan dunianya bahkan menjadi sumber penghidupan, maka pemuda harus hadir untuk mencari jalan keluar untuk menghentikannya. Ketika kandidat pemimpin yang jelas-jelas tidak jujur didukung oleh banyak orang, maka pemuda tampil dengan berani menyuarakan calon yang lebih akuntabel dan menjanjikan. Ketika seorang tokoh terjerumus dalam ideologi dan gerakan yang salah, maka pemuda hadir untuk mencerahkannya.

 Jihad tablĨghy yang dijalankan dengan sebenar-benarnya akan banyak menemukan problematika, tapi bagi pemuda hero tidak menjadikan tantangan sebagai halangan. Terus melangkah menabur benih-benih kebaikan dan menghentikan keburukan tanpa peduli penilaian orang lain. Kata Syaikh Ali Mahfudz, orang yang mengajak kebaikan harus punya sikap keberanian, sehingga tidak ada yang ditakuti dalam mengungkapkan kebenaran dan tidak peduli dengan celaan orang.[5]

Sejalan dengan kata Ka’b al-Ahbar dari Taurat:

إنَّ التَّوْرَاةَ تَقُوْلُ إنَّ الرَّجُلَ إذَا أُمِرَ بِالمَعْرُوْفِ وَنُهِى عَنِ المُنْكَرِ سَاءَتْ مَنْزِلَتُهُ عِنْدَ قَوْمِهِ

Artinya: Sesungguhnya Taurat berkata “seseorang yang memerintah kebaikan dan melarang kemunkaran, maka kedudukannya akan jelek menurut pandangan kaumnya”.[6]

Tidak menjadi pemuda penakut dan pengecut dengan selalu mengambil jalan aman mengikuti semua arus. Kemana orang memberi kenyamanan hidup, ke sanalah dia mengikutinya. Sungguh merupakan paradigma berpikir yang jauh dari idealisme pemuda keren di masa kini.

3.     Jihad ta’lĨmy

Jihad ta’lĨmy adalah perjuangan keras untuk memberikan pemahaman yang benar tentang konsep Islam secara holestik, baik tentang alam, kehidupan dan manusia, baik dalam konteks ilmiyah, kebudayaan maupun ideologi.

Dalam jihad ini, pemuda diharapkan berperan aktif untuk menjadi relawan pendidikan dengan banyak melahirkan program-program gratis demi mengentaskan kebodohan serta menumbuhkembangkan bakat dan potensi anak. Sebagai mahasiswa harus mampu menjadi pionir kegiatan ilmiyah, seperti kajian dan halaqah. Menjadi pemuda yang memilih bertahan di dunia pendidikan untuk terus berbagi pengetahuan meskipun berbagai macam resiko dipikulnya. Mendapat kecaman dari wali santri karena memberi sanksi kepada anak didiknya. Dihasud menggelapkan dana pendidikan meski sebenarnya berkarir di dunia bisnis disamping berprofesi sebagai guru demi bertahan hidup. Ditegur bertubi-tubi oleh pimpinan meski upaya baik sudah dioptimalkan. Terus berkiprah dalam pengabdian sebagai tenaga kependidikan sekalipun kadang mertua dan istri tidak mendukung.

Kalau orang lain ketika muda berpikir bagaimana bisa bertahan hidup di dunia, tapi pemuda smart berpikir bagaimana menghidupkan orang lain dengan ilmu.

4.     Jihad siyâsy

Jihad siyâsy adalah pencurahan segala usaha untuk menegakkan hukum-hukum Allah Swt di negara Islam. Jihad yang sangat tepat diperankan oleh para pemuda dalam mengkaji kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro-rakyat untuk kemudian diperjuangkan agar sesuai dengan tuntunan agama. Satukan semua potensi untuk melakukan mediasi kepada pihak pemerintah yang memiliki otoritas hukum. Sampaikan aspirasi dengan baik agar hukum tidak tumpul pada teman politik tapi runcing pada lawan politik.

Dalam catatan sejarah, pemuda Islam banyak memetik keberhasilan gemilang dan membanggakan. Seperti mampu menundukkan kerajaan Faris dan Rum serta membumikan keadilan Islam di tanah Syam, Mesir, Iraq dan Afrika selatan. Terjadi dalam kurun waktu 35 tahun di tangan para pemuda pada masa khulafa’ al-rasyidin.[7] Tentunya pencapaian ini tidak lepas dari kiat-kiat taktis dan rahasia sukses yang mereka bangun.

Karena itu, untuk mengoptimalkan spirit hayya alâ al-jihâd, pemuda zaman now harus bisa meneladani rahasia suksesnya. Setidaknya kata Abdullah Nâshih ‘Ulwân ada 2 kunci besar di balik keberhasilan jihad mereka, yaitu:

1.     Konsisten dalam berislam, baik dalam aspek akidah dan pemikiran, perkataan dan perbuatan serta perwujudan dan penerapan

2.     Mampu membawa risalah Islam dengan penuh perjuangan, pengorbanan, kesabaran dan gagah berani.[8]

Menilik kunci sukses ini, maka keseragaman perkataan dan perbuatan menjadi salah satu tantangan berat yang harus dilalui dengan baik oleh pemuda saat ini. Tidak hanya mampu berdiri di garda terdepan untuk berjihad, tapi kualitas diri dalam menjaga spiritual keagamaan benar-benar perlu berjalan secara seimbang, sehingga suara yang keluar menyimpan energi kuat dalam menciptakan perubahan. Jangan menjadi pemuda yang hanya memiliki kemampuan public speaking, namun tidak ada manfaat yang dapat dibawa oleh pendengar karena ucapannya tidak sesuai dengan tindakannya. Pemuda yang demikian akan dikalahkan pemuda sederhana tapi memiliki keikhlasan dan kejujuran yang meyakinkan.

Al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith mengatakan:

كَلَامُ أهْلِ الإخْلاصِ وَالصِّدْقِ نُوْرٌ وَبَرَكَةٌ وَاِنْ كَانَ غَيْرَ فَصِيْحٍ

Artinya: Perkataan orang ikhlas dan jujur adalah cahaya dan keberkahan, walaupun dia tidak fasih.[9]

Begitu juga perjuangan, pengorbanan dan kesabaran harus menjadi pegangan erat pemuda pejuang dalam mengimplementasikan segala misi agungnya. Meski niat sudah tulus, perjalanan jihad belum tentu mulus. Akan banyak rintangan yang menjadi jalan terjal dalam melangkah dan bergerak. Karena itu, Fâlih bin Muhammad bin Fâlih al-Shaghîr mengingatkan:

فَالْاِبْتِلَاءُ سُنَّةٌ دَعْوِيَّةٌ سَوَاءٌ كَانَ بِالسَّبِّ وَالشَّتْمِ وَالضَّرْبِ وَالْاِفْتِرَاءِ وَاللُّمَزِ وَالْهُمَزِ مِنَ الآخَرِيْنَ أوْ غَيْرِهَا

Artinya: Rintangan itu merupakan tradisi mengajak kebenaran, baik dengan dicemooh, disakitin dengan kata-kata kotor, dipukul, difitnah, dihina dan diumpat.[10]

Rintangan ada juga berupa perekonomian rendah, dijangkit penyakit, dihasud teman-teman, banyak kritikan dan dihalangi.[11]

Oleh karena itu, mari gunakan masa mudamu sebelum masa tuamu (شبابك قبل هرمك) untuk berjihad di jalan Allah Swt, jihad yang benar menurut konstitusional negara dan agama. Kerahkan segala energi dan potensi untuk berjihad, jihad untuk menghilangkan kemiskinan, memerangi kebodohan dan membasmi kedzaliman. Berjuang dengan tujuan mendamaikan negara bukan memecah bela bangsa.

 

 



[1] Muhammad al-Syaukani, Nail al-Authar, 121.

[2] Farh al-Anshari al-Qurthubi, Mukhtashar Tafsr al-Qurthuby, Juz 4, 3129.

[3] Abdullah Nâshih ‘Ulwân, Hattâ Ya’lama al-Syabâb, hlm. 42-44.

[4] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathu al-Bảri bisyarhi Shahih al-Bukhari, Juz 7. (Lebanon: Dar al-Ma’rifah, t.t.), hlm. 49.

[5] Syaikh Ali Mahfudz, Hidâyah al-Mursyidin Ilâ Thuruq al-Wa’dhi wa al-Khithâbah, (t.tp., Dar al-I’tisham, 1979), hlm. 95.

[6] Muhammad al-Ghazaly. Ihya’ Ulum al-Din, Juz 2 (Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1971), hlm. 382.

[7] Abdullah Nâshih ‘Ulwân, Daur al-Syabâb Fi Hamli Risâlah al-Islâm, (t.t.: Dar al-Salam, t.t.), hlm. 6.

[8] Abdullah Nâshih ‘Ulwân, Tarbiyah al-Aulâd fi al-Islâm, Juz 2, (Kairo: Dâr al-Salâm, 1992), hlm. 991.

[9] Al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, al-Manhaj al-Shawi, hlm. 308.

[10] Fâlih bin Muhammad bin Fâlih al-Shaghîr, Mitslu Ma Ba’atsani Allahu Min al-Huda wa al-Ilmi, hlm. 135.

[11] Ibid., hlm. 144-145.

Related Post

Previous
Next Post »

Terima Kasih atas kunjungan Anda di Gedangan Online